lanjutan...
Paginya mama saya pulang dahulu
kerumah, tak lama saya dan suami dipanggil oleh dokter anak. Dan ya anak saya
harus dirawat diruangan NICU karena penuh maka saya disarankan dirujuk,
bergetar badan saya membayangkan kondisi anak saya, tapi saya dan suami tetap
bersikap tenang.
“oke dok, saya minta di rujuk ke
RS Hermina, karena sebelumnya saya cek kandungan di Hermina Bandung”
“baik bu, saya akan hubungi pihak
sana” dokter tersebut kemudian memanggil perawat agar prosesnya diurus.
Kemudian perawat tersebut berkata
“pak, bu, ada beberapa opsi
rujukan, ke RSUD Tasik, RSUD Banjar, sama RSUD Bandung (Hasan Sadikin)”
“tapi kalo Hasan sadikin saya
tidak menyarankan bu, karena biasanya disitu penuh banget” kata dokter
menimpali
“udah Hermina aja dok,” kata
suami saya
“tapi Kalo swasta mahal, gak
apa-apa?”
“iya gak apa-apa!” saya sedikit
kesal disana, apa karena saya hanya pakai daster dan suami berkaos oblong maka
saya dianggap tidak mampu? Atau dinggap tidak tahu? Memang betul perawat
tersebut memberi info seperti itu agar jadi bahan pertimbangan kami, tapi dalam
keadan seperti ini, rasanya tidak tepat saja karena proritas kami adalah
kesembuhan.
“baik bu kami coba cari-cari dulu
yang kosong dimana ya, nanti fix nya ibu yang menentukan” kata dokter tersebut
Kami pun, keluar ruangan dan
sempat melihat si bayi di tempat kemren, bukan di incubator lagi karena
incubator sudah penuh dipakai pasien lain (kebayang kan.. anak masih sakit tapi dibiarkan tanpa incubator semalaman karena udah terisi), dipasang infus dan dipasang oksigen
besar manual, tidak terlihat menangis, hanya gerak geriknya yang masih terlihat
lincah. Tak lama perawat memberitahu bahwa akan diusahakan ruangan NICU disana,
dalam artian pasien NICU yang sudah agak baikan akan di barter dengan anak kami. Antara lega dan kecewa juga, karena kami
memang sudah tidak sreg lagi anak
kami dirawat disana dan ingin dipindah ke RS lain, tapi karena dokter
mengatakan taku ada apa-apa diperjalanan ke RS. Kami hanya bisa pasrah.
Kami pun mengurus perpindahan
ruangan perawatan, kepala perawat disana yang sering dipanggil “Bu haji”
memberikan beberapa informasi, bahwa anak kami akan dipasang alat pernafasan
bertekanan dari mulut langsung ke paru-paru, dan akan di infus kembali, dan
menjelaskan bahwa cairan feses anak naik ke atas dan keluar dari mulut sehingga
akan disedot cairannya dibersihkan lambungnya, maka perlu di “puasakan” beberapa hari
Ternyata mendengar kata – kata
“muntah cairan lambung” lebih baik daripada “cairan feses naik ke atas”
membayangkannya saja membuat pusing kepala saya.
“bu, anak saya sebetulnya kenapa
ya?” saya masih penasaran tentang apa yang dialami anak saya
“kayaknya sepsis bu, ada bakteri,
tapi lebih jelasnya harus bertanya ke dokter” jawab bu haji
“itu karena apa ya bu? Kok bisa
ada bakteri?”
“pas hamil pernah sakit keras ga
sampai dirawat?”
“engga bu, pernah pas hamil 4
bulan saya demam tapi hanya 2 hari sembuh,diperiksa dokter katanya gejala
radang”
“usia 4 bulan sih belum terlalu
terbentuk sempurna, jadi ga akan begitu berpengaruh, pas lahir anaknya nangis
engga?”
“nangis bu, kenceng banget
malahan”
“selama hamil ketuban rembes ga?”
“engga bu, adanya keputihan pas
hamil tapi sudah ditanyakan pada dokter obgyn juga masih dalam tahap normal”
“anaknya ada demam ga pas bab
berdarah?”
“engga bu, normal aja” saya mulai
males menjawab pertanyaan bu Haji tsb, karena seolah-olah ada yang salah dari
diri saya, saya pun menimpali
“bu, saya sudah cek lab atas
saran dokter kandungan saya sebagai pemeriksaan wajib ibu hamil, cek darah dan
urin pas hamil dan hasilnya saya sehat, tidak ada yang perlu di obati, hanya
dokter menyarankan saya banyak minum, karena warna urinnya agak kuning”
Pembicaraanpun berakhir, diluar
ruangan suami saya meyakinkan bahwa tidak ada yang salah dengan diri saya, dan
jangan menyalahkan diri sendiri, karena memang suami tahu betul kondisi saya
selama kehamilan (tiap chek up kedokter selalu ditemani suami).
Saya dan suami pun mencari info
tentang apa itu penyakit sepsis.
Banyak info yang kami dapat di internet salah satunya dari link berikut : https://hellosehat.com/parenting/perkembangan-bayi/sepsis-pada-bayi/
disana ditulisakan bahwa gejala sepsis terlihat 6 jam setelah dilahirkan,
seperti diare, demam, sesak nafas dll. Dan lebih besar resikonya bagi bayi
premature. Yang jadi pertanyaan adalah anak saya kan ga ada demam, dan bab
berdarah ketika hari ke -3 dirumah, dan lahir dengan berat badan normal yaitu
3.2 kg. Bisa juga dari jalan lahir saat persalinan ibu, ketuban pecah dini,
atau ada kolonisasi bakteri di vagina. Ketuban saya tidak pecah dini, atau
mungkinkah ada bakteri berbahaya di vagina saya? Tapi kenapa tidak terdeteksi
di urin ketika cek lab? Bukannya keputihan saat hamil itu wajar ya? Apalagi
warna keputihan normal, dan saya rajin menjaga kebersihan dengan sering
menggani cela dalam (bekel CD ke kantor hehehe) dan membasuh vagina habis pipis
saja pakai air galon untuk minum dikantor :D. Banyak pertanyaan dalam diri saya
tentang penyebab sepsis ini.
Bude saya yang dari Bandung
berkunjung ke RSUD, kami bercakap tentang keadaan anak kami, dan bude saya
memberi tahu bahwa cucunya Arkhan dulu juga yang terlahir premature divonis
sepsis, dokter sudah nyerah di rawat 1.5 bulan di RSCM tapi Alhamdulillah
sembuH, perkataan bude saya tersebut yang memotivasi saya yakin dede Syra bakal
sembuh.
Jadwal besuk berikutnya saya
bertemu dengan dokter, saya kembali menanyakan kondisi dan penyebab sepsis itu
sendiri
(bersambung.....)
0 komentar:
Posting Komentar